Hijrah, Debar Peristiwa Besar Muslim

بسم الله الرحمن الرحيم

Lebih dari 1400 tahun yang lalu peristiwa ini bermula, sebuah peristiwa yang menjadi tonggak awal kekuatan Islam di masa-masa awal. Peristiwa penting yang membutuhkan proses panjang, mendebarkan, namun juga syahdu, haru, dan betapa pertolongan-Nya begitu nyata. Inilah sebuah peristiwa yang mengharukan dan penuh perjuangan tatkala segolongan orang harus meninggalkan tanah kelahirannya menuju sebuah tempat yang jaraknya begitu jauh, demi menyelamatkan agamanya dan membangun tatanan hidup yang lebih baik. Inilah sebuah peristiwa yang haru dan penuh pengorbanan tatkala segolongan orang begitu rela berbagi apapun dengan orang-orang  yang baru mereka kenal dan baru memiliki sebuah ikatan atas nama akidah. Inilah Hijrah.



Hijrah. Peristiwa besar ini bermula dari musim haji tahun kesebelas kenabian. Tatkala enam orang dari Yatsrib[1] bertemu dengan Muhammad shalallahu'alaihi wa salam di Aqabah, enam orang ini ternyata telah mendengar kabar akan datangnya seorang nabi, maka setelah berbicara panjang lebar keenam orang ini pun memeluk Islam dan mereka akan membawa risalah Islam ini kepada kaum mereka di Yastrib.

Mereka menepati janji, musim haji berikutnya dua belas orang datang[2] kepada Rasulullah dengan lima di antaranya telah bertemu dengan Rasulullah di tahun sebelumnya. Di sinilah Bai'at Aqabah pertama terjadi, lalu sebagaimana yang dituturkan oleh 'Ubadah ibn ash-Shamit yang diriwayatkan oleh Bukhari, bahwasanya Rasulullah berkata, "Berbaiatlah (berjanji) kalian semua kepadaku untuk: (1) Tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, (2) Tidak mencuri, (3) Tidak berzina, (4) Tidak membunuh anak-anakmu, (5) Tidak membuat fitnah di antara kalian, (6) Tidak durhaka terhadap perintah kebaikan. Barangsiapa yang menepati perjanjian itu maka ia akan diberi pahala oleh Allah dan barangsiapa yang melanggar salah satu dari perjanjian itu, maka ia akan dihukum di dunia ini. Hukuman itu menjadi kafarah (tebusan) baginya, dan barangsiapa yang melanggar salah satunya kemudian ditutup oleh Allah, maka perkaranya terserah kepada Allah. Jika Dia berkehendak untuk mengampuninya, maka akan diampuni dan jika Dia berkehendak untuk menghukumnya, maka Dia akan menghukumnya."
Inilah Bai'at Aqabah pertama, yang kemudian selanjutnya misi besar pun dibuat untuk menyampaikan risalah Islam di Yatsrib dengan Mush'ab ibn Umair sebagai utusan kaum Muslimin ke Yatsrib.

Sukses besar pun diraih dari misi ini, sepulang dari Yatsrib, Mush'ab ibn Umair membawa kabar gembira bahwa Yatsrib siap untuk memberi perlindungan dan membuat kekuatan baru.

***

Musim haji tahun berikutnya atau tahun ketigabelas kenabian, Bai'at Aqabah kedua[3] terjadi. Bai'at Aqabah kedua ini disebut pula Bai'at Aqabah Kubro, di mana 73 laki-laki ditambah dua orang perempuan berbaiat. Peristiwa ini pun menjadi tonggak awal sebelum hijrahnya kaum Muslimin Makkah ke Yatsrib dimulai. Melihat kondisi Yatsrib yang sudah sangat siap, maka Rasulullah pun memperbolehkan kaum Muslimin berhijrah ke Yatsrib.

Maka kaum Muslimin Makkah (kebanyakan secara sembunyi-sembunyi) mulai berhijrah ke Yatsrib, begitu pula dengan kaum Muslimin yang sempat hijrah ke Habasyah / Abisinia (Ethiopia) ikut berhijrah ke Yatsrib. Hingga akhirnya di Makkah hanya tinggal tersisa sedikit kaum Muslimin, di antaranya bahkan ada Rasulullah yang belum pergi. Maka ketika Abu Bakr sedang bersiap-siap untuk berhijrah, Rasulullah berkata, "Tundalah keberangkatanmu, aku masih menunggu izin bagiku." Abu Bakar lalu berkata, "Demi Bapakku yang menjadi taruhannya, apakah dalam kondisi seperti ini engkau masih menunggu izin?" Rasulullah mengiyakan, maka Abu Bakr menunda keberangkatannya dan menemani Rasulullah, sahabatnya sejak masa sebelum Islam.

***

Darun Nadwah, tempat yang biasa dipakai pembesar Quraisy untuk berkumpul dan memutuskan hal-hal penting ini begitu ramai pada hari itu, yakni Kamis, 26 Shafar tahun keempatbelas kenabian. Fakta bahwa hampir semua kaum Muslimin telah berhijrah ke Yatsrib membuat mereka kembali berkumpul. Mereka dilanda kegundahan dan kegelisahan yang amat besar. Betapa tidak, jika kaum Muslimin berhasil hijrah sepenuhnya ke Yatsrib dan bergabung dengan kabilah Aus dan Khazraj (kabilah terbesar di Yatsrib), tentunya bisa mengakibatkan bahaya besar yang dapat mengancam mereka.

Mereka pun sadar, bahwa kesempurnaan pribadi Muhammad dapat membuat ancaman itu kian nyata dan begitu besar. Lalu ditambah dengan sahabat-sahabatnya yang memiliki semangat besar dan kekuatan besar pula. Tak hanya sampai di situ, kabilah Aus dan Khazraj yang bisa diandalkan tentunya akan menambah kekuatan kaum Muslimin. Belum lagi dari letak geografis Yatsrib, yang begitu strategis karena merupakan jalur dagang dari pesisir Laut Merah menuju negeri Syam sehingga perekonomian Yatsrib pun begitu baik.

Maka mereka berkumpul, memutuskan langkah yang tepat untuk menyingkirkan sumber dari potensi ancaman besar ini yakni Muhammad shalallahu'alaihi wa salam. Tak main-main, seluruh pemimpin kabilah hadir, bahkan nama-nama besar seperti Abu Jahl ibn Hisyam, Syaibah dan Utbah ibn Rabi'ah, Abu Sufyan ibn Harb hingga Umayyah ibn Khalaf pun hadir. Sebelum pertemuan dimulai munculah seorang kakek tua yang bergabung bersama mereka, orang tua ini tak dikenal sampai ada di antara mereka yang menjawab bahwa kakek tua ini berasal dari Najd.

Pertemuan dimulai, usulan-usulan dilontarkan, pendapat demi pendapat disampaikan, hingga muncul ide dari Abul Aswad agar Muhammad diusir dari negeri mereka menuju ke entah mana saja. Namun pendapat ini ditolak orang tua dari Najd ini dengan alasan bahwa ucapan Muhammad begitu akan berpengaruh dan menundukkan hati siapa saja yang mendatanginya sehingga bisa saja menghimpun kekuatan baru dan kembali ke Makkah dan menundukkan mereka.

Ide lain pun dimunculkan Abul Bukhtari, memenjarakan Muhammad dan membiarkannya hingga mati adalah idenya. Namun lagi-lagi, pendapat ini ditolak kakek dari Najd yang kini beralasan bahwa dengan cepat kaum Muslimin di Yatsrib akan mengetahui kabar ini dan akan menyerang Quraisy dan melepaskan Rasulullah. 

Ide terakhir pun akhirnya muncul dari sesosok Abu Jahl ibn Hisyam, musuh besar kaum Muslimin ini mengemukakan ide kejinya yang disetujui semua orang di Darun Nadwah, yakni agar setiap kabilah mengirimkan satu orang dan bersama-sama membunuh Muhammad di rumahnya, sehingga Bani Abdul Manaf (yang Rasulullah termasuk ke dalam Bani Abdul Manaf) tidak akan mampu membalas seluruh kabilah. Ide ini disetujui dan siap dilaksanakan saat waktu yang telah ditentukan.


***

Sesungguhnya tidak ada satu pun yang luput dari pengetahuan Allah, maka Jibril pun diutus untuk mengabarkan hal ini kepada Rasulullah seraya berpesan agar Rasulullah tidak tidur di tempat ia biasa tidur. Rasulullah pun berkata pada Abu Bakr bahwa sudah saatnya mereka berhijrah. Rencana pun disusun, salah satunya adalah agar Ali ibn Abi Thalib tidur di tempat tidur Rasulullah, sebagai rencana untuk mengelabui kafir Quraisy.

Di malam hari saat rumah Rasulullah telah dikepung, mukjizat pun terjadi. Rasulullah keluar dari rumahnya, menggenggam pasir dan menaburkannya di antara para pengepung yang berjumlah sebelas orang[4] itu, Allah menutup pandangan mereka, Rasulullah membaca ayat kesembilan surah Yasin, "Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula) dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat."



Hingga semuanya ditaburi oleh pasir itu. Rasulullah pun lepas dari kepungan dan menuju rumah Abu Bakr. Mereka lalu pergi menuju Yatsrib namun terlebih dahulu memutar arah ke Gua Tsur yang terletak di Jabal Tsur (Gunung Tsur), di selatan Makkah (sementara Yatsrib berada di sebelah Utara).

***

Abu Bakr masuk terlebih dahulu, ia lalu membersihkan sebagian tempat di dalamnya agar Rasulullah bisa beristirahat. Ia bahkan menutup lubang-lubang yang biasa muncul binatang-binatang berbisa. Setelah semua selesai, Rasulullah pun masuk dan beristirahat di dalamnya.

Tiga malam lamanya Rasulullah dan Abu Bakr di sana. Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, Abdullah ibn Abu Bakr selalu mengantarkannya dan menemani mereka berdua, jejak-jejaknya lalu dihilangkan secara sempurna oleh Amir ibn Fuhairah dan domba-domba yang digembalanya, ia adalah pembantu dari Abu Bakr.

Di sisi lain, kaum Kafir Quraisy makin gusar, mereka lalu menyebar untuk mencari Rasulullah. Selain itu, mereka pun membuat penjagaan di setiap sudut Makkah. Sebagian kelompok dari mereka lalu sampai pada Gunung Tsur, bahkan salah seorangnya ada yang naik hingga mulut gua. Namun, pertolongan Allah pun kembali hadir, laba-laba telah membuat jaringnya di mulut gua, sementara sepasang burung membuat sarang di sana, juga terdapat pohon yang tumbuh di sana. Tiga hal ini membuat orang tersebut berkesimpulan bahwa tidak mungkin Muhammad dan Abu Bakr ada di dalamnya. Ia pun turun lalu bersama kelompoknya melanjutkan pencarian. 

Pada saat itu seperti yang diceritakan oleh Abu Bakr bahwa ia berkata pada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, andai mereka melongokan kepala, pasti mereka melihat kita." Maka Sang Rasul berkata,
Diamlah wahai Abu Bakr, kita berdua, dan yang ketiga adalah Allah menyertai kita."
Di riwayat lain disebutkan pula bahwa pada saat itu Rasulullah berkata seperti yang termaktub dalam surah At-Taubah, "Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita."
Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.
Selepas tiga malam itu, Rasulullah dan Abu Bakr meneruskan perjalanannya, mereka ditemani Abdullah ibn Uraiqith al-Laitsi, seorang kafir Quraisy yang menjadi penunjuk jalan mereka, Abdullah pun bisa menyimpan rahasia perjalanan ini. Jalan yang ditempuh pun bukanlah jalur yang biasa dilewati, tapi jalur lain sehingga mengecilkan kemungkinan mereka dikejar oleh kafir Quraisy.

Begitulah seterusnya hingga pada Senin, 8 Rabi'ul Awwal, Rasulullah tiba di Quba, suatu tempat yang dekat dengan Yatsrib. Di tempat inilah didirikan Masjid Quba, yakni masjid pertama yang didirikan atas dasar ketaqwaan setelah nubuwwah atau kenabian (seperti yang disebutkan di dalam surah At-Taubah ayat 108). Rasulullah dan Abu Bakr berada di sana selama empat hari, yakni dari Senin hingga Kamis. Pada hari Jumat Rasulullah berangkat ke Yatsrib.

Hingga akhirnya setelah melakukan sholat Jumat di tengah lembah (yang dihadiri seratus orang), Rasulullah meneruskan perjalannya ke Yatsrib hingga akhirnya sampai di sana. Kaum Muslimin yang sudah menunggu-nunggu sejak lama akhirnya bertemu dengan Rasulullah. Di antara mereka tentunya ada kaum Muhajirin Makkah, namun tentu saja penduduk asli yakni Muslim Yatsrib (Kaum Anshar), yang sebagian besar di antara mereka belum pernah berjumpa atau bahkan melihat Muhammad. Kaum  Muslimin pun bertakbir, bertahmid, bertasbih. Semua bergembira atas datangnya Sang Rasul yang telah dinanti-nantikan kedatangannya.

Maka sejak saat itu Yatsrib berhanti sebutan menjadi Madinaturrasul, atau disingkat Madinah. Sejak saat itu pula satu periode dakwah Rasulullah selama tiga belas tahun di Mekkah berakhir dan berlanjut pada periode dakwah berikutnya, yakni sepuluh tahun yang indah di Madinah.


***

Hijrah, tidak hanya berarti berpindah dari satu tempat (Makkah) ke tempat yang lebih baik serta lebih aman (Yatsrib), namun hijrah ini pun menjadi sebuah awal di mana periode dakwah selanjutnya dimulai. Hijrah pun menjadi sebuah awal dalam membangun tatanan baru, membangun masyarakat yang bercahayakan nilai-nilai Islam. Hijrah pula berarti meninggalkan hal-hal yang buruk menuju hal-hal yang lebih baik lagi.

Hijrah ini pun menunjukkan sebuah keindahan dan arti sebuah ukhuwah islamiyah, persaudaraan yang dibangun atas kesamaan akidah, dipersaudarakan oleh Islam dari rahim keimanan. Hijrah ini pun penuh pengorbanan. Tentu tidak mudah ketika kaum Muslimin Makkah (muhajirin / orang yang berhijrah) harus meninggalkan apa-apa yang mereka punya di Makkah: harta kekayaan, barang dagangan, hingga keluarga (yang masih musyrik) serta tanah kelahiran mereka. Mereka pun pergi ke Yatsrib dengan gambaran masa depan yang masih mengambang, karena bisa jadi sebagian besar di antara mereka bahkan belum pernah ke Yatsrib, sehingga tidak tahu apa yang akan dihadapinya. Namun satu keyakinan mereka bahwa ketika ini adalah sebuah perintah dari Allah dan Rasul-Nya, maka sekali-kali tidak akan ada kesia-siaan yang akan menghampiri mereka, namun sebaliknya, akan ada kebaikan, hikmah, serta rahmat-Nya kepada mereka. 

Begitu pula dengan kaum muslimin Yatrsib (kaum anshar / orang-orang yang menolong), mereka -atas dasar keimanan dan keislaman- rela berbagi apa yang mereka punya demi saudara-saudara seimannya dari Makkah. Mereka -muhajirin dan anshar- pada tahap selanjutnya bahkan dipersaudarakan, sekali lagi, atas dasar keimanan mereka.

Maka, hijrah ini bukanlah persoalan yang mudah dan simpel, pengorbanan dan perjuangan harus dilakukan. Tidak mudah, bahkan berat, menempuh jarak sekitar 500 km yang menempuh waktu berhari-hari untuk mencapainya. Tapi Allah mempunyai rahasia di balik itu, kejayaan Islam dibangun dari peristiwa ini.

Wallahu'alam.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Referensi:
1. al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyurrahman (2013). Shahih Sirah Nabawiyah. Bandung: Penerbit Jabal.
2. Haekal, Muhammad Husain (2003). Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera AntarNusa.

Catatan:
[1] Enam orang yang dimaksud adalah: Asad bin Zurarah (Bani Najjar); Auf bin Al-Harits bin Rifa'ah bin 'Afra (Bani Najjar); Rafi' bin Malik bin 'Ajlan (Bani Zuraiq); Quthbah bin Amir bin Hadidah (Bani Salamah); 'Uqbah bin AMir bin Naby (Bani Haram bin Ka'b); serta Jabir bin Abdullah bin Ri'ab (Bani Ubaid bin Ghanam).

[2] Tujuh orang yang baru itu adalah: Muadz bin al-Harits bin Afra' (Bani Najjar); Dzakwan bin Abdul Qais (Bani Zuraiq); 'Ubadah bin ash-Shamit (Bani Ghanam); Yazud bin Tsa'labah dari sekutu Bani Ghanam; Al-Abbas bin 'Ubadah bin Nadhlah (Bani Salim); Abul Haitsam bin at-Tayahan (Bani Abdul Asyhal); 'Uwaim bin Sa'adah (Bani Umar bin 'Auf)

[3] Beberapa poin-poin Bai'at Aqabah kedua: a) Untuk mendengar dan taat baik ketika bersemangat maupun sedang malas; b) untuk menafkahkan harta baik dalam keadaan sulit maupun mudah; c) untuk memerintah kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran; d) untuk tegak berdiri membela Allah dan tidak merisaukan celaan orang yang suka mencela Allah; e) untuk menolong Rasulullah jika beliau datang pada mereka (yang dibaiat), dan melindungi beliau sebagaimana mereka melindungi diri, istri dan anak-anak mereka, dan balasan bagi mereka adalah surga.

[4] Sebelas orang yang melakukan pengepungan ini adalah: Abu Jahl bin Hisyam; Al-Hakam bin Abul Ash; Uqbah bin Abu Mu'ith; An-Nadhr bin Al-Harits; Umayyah bin Khalaf; Zam'ah bin Al-Aswad; Thu'aimah bin Ady; Abu Lahab; Ubay bin Khalaf; Nubaih bin Hajjaj; Munabbah bin Hajjaj

No comments:

Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas